Rabu, 28 November 2012

Polda Papua Belum Butuh Densus 88



Teroris Incar Kedubes AS, Termasuk Freeport

   JAYAPURA - Walau sudah berhasil mengungkap kasus kepemilikan bahan peledak dan menangkap para pelakunya, namun hingga saat ini Polda Papua belum membutuhkan Densus 88 Anti Teror.
  “Benar di beberapa tempat kami menangkap sejumlah orang yang kedapatan memiliki atau membawa bom rakitan serta bahan-bahannya. Namun kami menganggap hal ini masih bisa diatasi, sehingga tak perlu meminta bantuan Mabes Polri, apalagi sampai mendatangkan Densus 88 Anti Teror ke Papua,” ungkap Kapolda Papua Irjen Pol. Tito Karnavian kepada wartawan di Engros, Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (27/10).
  Kapolda mengatakan, struktur Densus 88 di Polda Papua sendiri memang tidak ada, karena sudah lama telah dibubarkan, dan saat ini semua sudah dipusatkan di Mabes Polri.
  “Kita hanya membuat tim dari anggota kita sendiri. Kita tidak akan minta bantuan ke Mabes, karena ini masih bisa kita atasi. Apalagi bomnya itu bom sederhana. Yang hanya berbentuk dari bom ikan. Bahannya hanya botol, pipa, kemudian diisi detonator. Detonatornya pun bukan detonator pabrik, tapi sederhana atau buatan sendiri,” paparnya.
  Meski begitu, lanjut Kapolda, jika bom rakitan tersebut diledakkan di tempat yang tepat, maka dampaknya akan luas dan sangat besar. “Contohnya jika meledak di tempat yang pas seperti di kantor DPRD atau Pos Lantas, dampaknya jadi luas. Padahal bom ini hanya bom yang sama saja dengan bom ikan,” katanya.
  Ditanya apakah adanya temuan bom atau bahan pembuat bom pada tiga daerah di Papua itu bisa dikategorikan bahwa Papua dalam ancaman bom? Kapolda mengatakan tidak, namun harus ada atensi, karena dulunya hal seperti ini tidak pernah terjadi.
   “Cuma memang  kita perlu atensi, karena sekarang bom ikan dipakai untuk kegiatan kekerasan. Jadi tentunya kita harus sedikit waspada, tapi jangan dibesar-besarkan. Kita tetap telusuri dan dikembangkan terus. Tidak akan pernah berhenti, karena kita tidak mentolerir cara-cara ini. Yang jelas sifatnya dilarang Negara, karena melanggar hukum,” pungkasnya.
 Sementara itu, Detasemen Khusus 88 Polri kembali beraksi. Kali ini mereka membongkar kelompok yang dinamakan Harakah Sunni untuk Masyarakat Indonesia (Hasmi).
 Sebelas orang ditangkap dalam operasi mulai Jumat malam (26/10) hingga Sabtu (27/10) siang. Mereka dituduh akan melakukan serangan ke berbagai tempat strategis.
 ’’Target pertama, Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya,’’ ujar Kadivhumas Polri Irjen Pol Suhardi Alius di kantornya kemarin. Target berikutnya adalah Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Lalu, target ketiga adalah Plaza 89 di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
 ’’Lokasi plaza itu dekat dengan Kedubes Australia dan juga Kantor Freeport,’’ katanya. Target keempat adalah Mako Brimob Polda Jawa Tengah di Semarang. ’’Mereka melengkapi diri dengan bahan-bahan bom yang siap pakai,’’ kata mantan Wakapolda Metro Jaya itu.
 Menurut Suhardi, Detasemen Khussus (Densus) 88 kali pertama menangkap dua orang terduga teroris di Perumahan Puri Amarta, Mojo Senen, Madiun, Jawa Timur, pada 26 Oktober 2012 malam sekitar pukul 20.00 WIB. Dari tempat tersebut, petugas mengamankan dua orang. Yakni, Agus Anto alias Toriq dan Warso alias Kurniawan. ’’Ini yang hebat dari Densus kali ini, bomnya ditemukan dulu di rumah itu, baru orangnya kami tangkap,’’ kata jenderal bintang dua itu.
 Selanjutnya, Densus 88 melakukan operasi serentak di tiga lokasi kemarin. Pertama sekitar pukul 11.00 WIB, Densus 88 melakukan penindakan di Solo, Jawa Tengah. Tiga orang ditangkap. Yakni, Abu Hanifah, Harun, dan Budianto alias Ali alias Ahmadun yang saat ditangkap bersama Abu Hanifah. ’’Abu Hanifah ini pimpinan kelompok Hasmi,’’ katanya.
 Penangkapan juga dilakukan di Desa Neglasari, Leuwiliang, Bogor. Densus 88 menangkap tiga orang. Dua orang di antara mereka, Emir atau Emirat dan Zainudin. Lalu, dilakukan pengejaran lagi. Sekitar setengah jam dari Leuwiliang, ditangkap Usman. ’’Ditemukan bahan perakitan bom, amunisi, dan detonator,’’ imbuhnya.
 Saat bersamaan, Densus 88 juga menangkap dua orang terduga teroris di Palmerah, Jakarta Barat. Dari tempat itu, diamankan dua orang. Yakni, Azhar dan Herman. Kemudian, satu orang ditangkap di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, atas nama Narto.
 Menurut Suhardi, Hasmi adalah kelompok baru. ’’Tapi, memang ada orang-orangnya yang terkait jaringan lama,’’ katanya.
 Secara terpisah, kelompok Hasmi yang berkantor pusat di Bogor, Jawa Barat, membantah keras kelompoknya dikaitkan dengan terorisme. ’’Kami juga kaget. Ini fitnah yang luar biasa,’’ kata Adi Mulyadi, staf Departemen Pendidikan Hasmi, saat dihubungi Jawa Pos (Cenderawasih Pos Group) Sabtu (27/10).
 Menurut Adi, Hasmi didirikan oleh Dr Muhammad Syarbini Mhi, alumnus Universitas Ibnu Khaldun Bogor. ’’Kepanjangan kami, Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami. Kami juga heran kok bisa mirip sekali dengan yang dituduh teroris itu,’’ katanya.
 Hasmi yang mempunyai alamat situs internet www.hasmi.org bergerak di bidang dakwah, pelatihan agama Islam dan terbuka untuk masyarakat umum. ’’Setiap akan mengadakan kegiatan kami juga berkoordinasi dan lapor polisi,’’ kata Adi.
 Dia juga mengaku tak mengenal Abu Hanifah yang disebut-sebut sebagai koordinator kelompok teroris itu. ’’Kami tidak mengetahui nama itu,’’ kata Adi.
 Berdasar pantauan Jawa Pos dalam penangkapan di Gang Haji Kimin, Jalan Palmerah Barat 2, RT 3, RW 9, Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat, penggerebekan itu dilakukan sekitar pukul 11.30 kemarin.
 Densus 88 dan tim Gegana blusukan melalui gang yang hanya cukup untuk dua orang itu menuju sebuah rumah. Rumah sederhana itu berada di tengah-tengah gang sempit dengan pintu bergambarkan lafal syahadat dan pedang di bawahnya.
Penggerebekan berlangsung cepat. Densus 88 mengamankan tiga orang dari rumah tersebut. Versi warga menyebutkan, tiga terduga teroris itu adalah Herman  Setiono, 23, dan adiknya, David Azhari, 18, serta seorang temannya yang bernama Anto. Setelah para terduga diamankan, aparat menggeledah rumah tersebut.
 Tidak banyak keterangan yang disampaikan polisi di lokasi. Berdalih masih sibuk melakukan pencarian barang bukti di rumah kakak beradik itu, polisi memilih bungkam. Termasuk Kapolsek Palmerah Kompol Eddy Purnomo yang markasnya tidak sampai 1 km dari lokasi. ’’Tunggu keterangan nanti,’’ ujarnya.
 Dia menjelaskan, saat itu aparat masih berada di rumah terduga teroris karena ditemukan beberapa barang bukti. Oleh sebab itu, untuk mensterilkan area sekitar rumah, pihaknya memasang police line dan menerjunkan petugas untuk berjaga. Barang bukti itu adalah kotak berwarna hitam dan plastik merah.
 Entah apa isinya, yang pasti selama penggeledahan, tim Gegana juga ikut hadir di sana. Berita penangkapan adik kakak dipermukiman padat itu langsung menyebar luas. Gang sempit tersebut tidak muat lagi menampung warga, aparat, dan media yang berkumpul.
 Dalam penggeledan tersebut, hadir juga Ketua RT 3, RW 9, Udiyanto. Dia kepada wartawan mengatakan bahwa dalam penangkapan kakak beradik itu belum diketahui ibundanya, Siti Maryam. ’’Ibunya masih bekerja, di perusahaan swasta daerah Kemandoran. Katanya akan dijemput polisi,’’ tuturnya.
 Lebih lanjut, dia menyatakan tidak tahu pasti apakah Herman dan David terlibat jaringan teroris. Sebab, kedua pemuda itu selama ini tidak terlihat aneh. Apalagi, mereka berperangai baik kepada warga, suka berkumpul dengan pemuda kampung, dan terbuka.
 Berbeda dengan terduga teroris lain yang disebutnya tertutup. Dia masih ingat, pada Ramadan lalu keduanya bersama pemuda kampung mengadakan sahur on the road. Selain itu, David masih berstatus siswa kelas XII sebuah STM.  ’’Kakaknya (Herman) sudah lulus, kerja freelance,’’ tuturnya.
 Dia juga tidak menaruh curiga apa pun kepada keduanya. Malah, Udiyanto menilai mereka bagus dari sisi agama. Sebab, mereka soleh dan tidak nakal. Dari cara berpakaian juga begitu, mereka selalu rapi. Namun, dia tidak menutupi ada kalanya mereka mengenakan celana bahan di atas mata kaki.
Aktivitas keagamaan kakak adik itu juga sama saja dengan warga yang lain. Tak pernah mengadakan pengajian-pengajian eksklusif. Itulah mengapa dia masih bingung kalau David dan Herman diduga teroris. ’’Beberapa waktu lalu memang ada tamu yang tidak kami kenal, tapi apa ya gara-gara itu,’’ terangnya.
 Tidak jauh dari rumah David dan Herman, polisi juga menggerebek sebuah rumah kontrakan di daerah Kemanggisan Ilir. Itu adalah hunian Anto yang juga ditangkap polisi. Di rumah tersebut petugas mengamankan Penti, istri Anto yang sedang hamil enam bulan.
 Menurut Asiah, pemilik kontrakan, Anto baru seminggu menghuni rumahnya. Sebelumnya, pasangan tersebut juga tinggal di daerah tersebut, namun berbbeda rumah. Nah, di kontrakan lama itu dia kerap melihat tamu mengenakan cadar. ’’Orangnya tertutup dan jarang bersosialisasi,’’ tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar